Search

Minggu, 27 Februari 2011

Kisah Sukses Soichiro Honda

Soichiro Honda Lahir di Hamamatsu, Shizuoka, Jepang pada 17 November 1906, Honda dibesarkan dalam keluarga miskin. Namun dengan Penuh Motivasi yang tinggi dari didikan Sang ayah yang bernama Gihei Honda, seorang pandai besi yang mengelola bengkel reparasi sepeda, dan sang ibu bernama Mika yang merupakan seorang penenun. HONDA tumbuh menjadi seorang pribadi yang luar biasa. Sang ayah bisa mengerjakan bermacam-macam pekerjaan, bahkan menjadi ahli gigi jika diperlukan. Kepada anak-anaknya selalu ditekankan pentingnya SEMANGAT UNTUK BEKERJA KERAS dan cinta pada hal-hal yang berbau mekanis.
Honda kecil belajar bagaimana menajamkan mata pisau mesin pertanian, selain tentu saja bagaimana membuat mainan sendiri. Kepada kakeknya, Honda selalu meminta diajak melihat bagaimana mesin penggilingan padi bekerja. Honda benar-benar menyukai dunia permesinan. Sampai-sampai di sekolah dia mendapat julukan ’si musang berhidung hitam‘. Julukan ini kedengaran merendahkan, tapi sesungguhnya tidak. Malah cenderung bermuatan kekaguman. Julukan itu muncul karena wajah Honda selalu kotor gara-gara pekerjaan yang dilakukannya membantu sang ayah di bengkel pandai besi.
Berkat ketekunannya membantu sang ayah, pada usia 12 tahun, dia bisa menciptakan sepeda dengan model rem kaki. Pada usia 15 tahun, tanpa pendidikan formal yang memadai, Honda tiba di Tokyo untuk mencari pekerjaan. Dia mendapat pekerjaan memang, di sebuah bengkel bernama Art Shokai. Namun, bukan untuk mengurusi mesin, melainkan menjadi petugas kebersihan merangkap pengasuh bayi anak pemilik bengkel, Kashiwabara.
Namun, dengan semangatnya untuk belajar mesin terus menyala. Dia memanfaatkan waktu saat bengkel tutup untuk sekadar mengamati mesin mobil. Dia sangat bersemangat belajar mesin setelah menemukan buku tentang pengapian mesin di perpustakaan. Dia kumpulkan gajinya untuk meminjam buku itu. Sedikit demi sedikit, pengetahuannya tentang mesin bertambah dan suatu hari kesempatan itu datang, unjuk gigi mengurusi mesin mobil.
Majikannya terkagum-kagum ketika dia berhasil memperbaiki mesin mobil Ford model T keluaran 1908. Pada usia 22 tahun, dia dipercaya menjadi kepala bengkel Art di kota Hamamatsu. Di sana dia selalu menerima pengerjaan reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Setelah enam tahun bekerja, dia memutuskan pulang ke kampung halaman dan mendirikan bengkel sendiri pada 1928.
Honda mulai menapaki pijakan industrialnya pada 1935 dengan mula-mula memproduksi ring piston untuk mesin-mesin kecil. NAMUN ketika dia menawarkan ke sejumlah pabrikan otomotif, hasil karyanya tak dilirik, termasuk oleh Toyota. Ring piston buatannya dianggap tidak lentur sehingga tidak memenuhi standart pabrik. Kegagalan itu membuatnya jatuh sakit cukup serius.
Namun, dia segera bangkit. Dia berusaha mendapatkan ilmu tentang ring piston itu dengan kuliah di Sekolah Tinggi Hamamatsu, Jurusan Mesin. Siang hari, sepulang sekolah, dia langsung ke bengkel mempraktikkan pengetahuan yang didapatnya. Hanya saja, karena jarang masuk, dia dikeluarkan dari sekolah setelah dua tahun kuliah.
Berhenti kuliah tak membuatnya putus asa. Kerja kerasnya mulai membawa hasil pada 20 November 1937, ketika Toyota akhirnya menerima ring piston buatan Honda dan memberinya kontrak. Namun, batu ujian terus menghampirinya. Dua kali pabrik ring piston yang didirikannya hangus terbakar.
Bukan Honda namanya bila menyerah. Dia kumpulkan seluruh karyawannya dan memerintahkan mereka mengambil kaleng bekas bensol yang dibuang kapal Amerika Serikat (AS) untuk membangun pabrik. Pabrik dibangun, gempa bumi melanda. Tak ada pilihan dia jual pabriknya ke Toyota pada 1947. Honda kembali ke sepeda dengan kreativitas baru, menempelinya dengan motor kecil. Hasil kreasinya itu mendapat sambutan bagus.
Di bawah bendera Honda Motor Company yang didirikannya pada September 1948, berhasil memproduksi mesin-mesin kecil untuk digunakan di sepeda motor, lalu memproduksi sepeda motor utuh.
Berkat keandalan tekniknya yang luar biasa, dan dibantu pemasar cerdik Fujisawa, sepeda motor Honda akhirnya mampu mengungguli Triumph dan Harley-Davidson di masing-masing pasar lokalnya, yakni Inggris dan AS. Pada 1959, Honda Motorcycles membuka diler pertamanya di AS. Dan selanjutnya adalah sejarah ‘Sukses 1%’. Tahun lalu, pendapatan imperium raksasa otomotif Jepang yang kini diperkuat 167.231 pegawai itu mencapai US$94,24 miliar (Rp866 triliun), dengan laba bersih US$5 miliar. Kemegahan bisnis itu dibangun Honda dengan merangkak dari bawah, melewati badai demi badai kegagalan.
Kekuatan Honda berasal dari filosofi yang dibangun Soichiro Honda, yaitu menghormati individu dan tiga kebahagiaan. Menghormati individu, seperti dijelaskan dalam misi dan visi korporat Honda Motor Company, mencerminkan keyakinan Honda akan kemampuan unik manusia. Penghormatan fundamental ini menentukan hubungan perusahaan dengan rekanan, pelanggan, penyalur, mitra bisnis dan masyarakat. Honda meyakini bahwa setiap orang yang terlibat dalam proses pembelian, penjualan atau penciptaan produk harus menerima perasaan bahagia dari pengalaman.
Bersama-sama ketiga kebahagiaan itu menghasilkan kebahagiaan afiliasi-perasaan positif yang muncul dari hubungan dengan Honda. Dengan begitu, diharapkan masyarakat menginginkan keberadaan Honda. Tiga kebahagiaan yang dimaksud itu adalah, kebahagiaan memproduksi, kebahagiaan menjual dan kebahagiaan membeli.
Itu artinya, kebahagiaan yang diharapkan ada pada diri setiap orang bukan semata-mata kebahagiaan mendapatkan sesuatu, tapi yang terpenting adalah kebahagiaan memberikan sesuatu yang terbaik.
Salah satu ungkapan yang sangat bagus dari Soichiro Honda yang membuat saya bersemangat adalah “Banyak orang mengimpikan sukses. Bagi saya, sukses hanya bisa dicapai melalui kegagalan dan introspeksi berulang-ulang. Sesungguhnya, sukses merepresentasikan 1% dari pekerjaan Anda yang hanya bisa dihasilkan dari 99% yang dinamakan kegagalan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar